Pasuruan, Rabu 19 Januari 2022
“Saya rela resign menjadi Kepala Bank agar lebih fokus untuk mengembangkan bisnis mutiara ini, karena lebih menguntungkan dan bisa banyak berkumpul dengan keluarga”
Repoter: Angga Ardiansyah
Ramapati Pasuruan: Adalah mereka sepasang suami istri Adip Fachrizal (40) dan Krisnisa Septianing (39), pasangan suami istri kelahiran semarang yang sukses mengembangkan bisnis aksesoris mutiara dari lombok saat ini bertempat tinggal di Jalan Sultan Agung Kota Pasuruan.
Batu mutiara tersebut dibentuk menjadi beragam aksesoris. Mulai dari bros, gelang, kalung, cincin, anting, strap, konektor, hingga ring hijab. Mereka merupakan salah satu pengrajin mutiara sukses di Kota Pasuruan. Omzet per bulannya mencapai ratusan juta rupiah.
Perjalanannya menjadi perajin aksesoris dari mutiara cukup berliku dan panjang. Dirintis sejak tahun 2017 dengan suaminya, Adip masih bekerja di salah satu bank swasta dan ditempatkan di wilayah Lombok.
Lombok NTT yang dikenal sebagai sentra mutiara dengan kualitas baik di Indonesia, membuat kepindahannya ini didengar oleh teman-temannya di Jawa. Mereka akhirnya meminta mbak Ica panggilan akrapnya untuk mencarikan mutiara khas Lombok.
“Saya ikut suami, kan kerja di bank swasta ditempatkan di wilayah Lombok sana. Kemudian, ada teman-teman saya minta tolong untuk mencarikan mutiara. Dari itu saya langsung ke perajin mutiara,” tutur Ica kepada tim liputan Ramapati. Senin (17/01/2022)
Karena banyaknya permintaan, Ica pun memutuskan menjadi reseller mutiara. Ia bekerja sama dengan pembudi daya kerang mutiara dan toko mutiara setempat. Usahanya pun lancar. Bahkan, ada salah satu temannya di Semarang sempat membeli mutiara hingga puluhan juta rupiah.
Sedang asyik-asyiknya tekuni bisnis mutiara, suaminya dipindah ke Kota Probolinggo sebagai kepala cabang dan diharuskan tinggal di rumah dinas di wilayah Kota Pasuruan.
Sebagai istri mbak Ica selalu ikut pindah ke manapun suami diberi tugas. Karena ingin lebih dalam lagi menggeluti bisnis mutiara ini, Ia lantas memutuskan kembali ke Lombok untuk bertemu perajin mutiara di sana. Seminggu ia belajar disana bagaimana cara merakit dan membuat mutiara menjadi aksesori.
“Saya memutuskan minta izin ke suami, ingin ke Lombok melihat secara langsung cara pengerjaan aksesoris yang terbuat dari mutiara lombok itu,” ungkapnya.
Semua pengalaman itu ia rekam dalam video di smartphone. Namun, ternyata saat perempuan asli Semarang ini kembali ke Kota Pasuruan, ia tidak bisa mempraktikkan sama sekali. Sang suami lah yang ternyata lebih telaten untuk menyulap mutiara lombok menjadi aksesoris yang diminati oleh masyarakat.
“Ternyata saya nggak bisa, lebih telaten suami saya,” ucapnya sambil tersenyum.
Usaha ini terus berkembang. Hingga akhirnya, pada 2018 Adip memutuskan resign atau mengundurkan diri dari profesinya di dunia perbankan. Dia dan istri lantas menekuni penuh usaha itu, bisa kerja dirumah dekat keluarga, dan bisa lebih mendekatkan lagi kepada yang maha kuasa.
“Alhamdulillah pemasaran usaha ini semakin meningkat setiap bulannya. Pada Juli 2018 saya memutuskan resign dan membantu istri penuh di usaha aksesori mutiara ini,” tutur Adip.
Agar produknya semakin dikenal, keduanya memasarkan door to door produk mereka ke perumahan-perumahan di Kota Pasuruan. Mereka juga sering mengikuti pameran yang digelar oleh Pemkot Pasuruan dan di luar Kota Pasuruan. Produknya pun semakin laris. Mereka lantas semakian memperluas pemasarannya.
Saat ini, usaha aksesori mutiara yang diberi nama Aononie Pearls ini dipasarkan melalui e-commerce, medsos, hingga kerja sama dengan salah satu hotel di Pasuruan dan satu hotel di Probolinggo. Untuk market sendiri sudah menjelajah Negeri Jiran Malaysia. Setiap harinya mereka bisa menerima order hingga 15 paket dan memiliki 100 reseller di seluruh Indonesia.
Dengan permintaan yang makin banyak, kini kerajinan itu tidak bisa lagi hanya dikerjakan mereka berdua. Karena itu, keduanya pun merekrut karyawan. Kini, ada tujuh karyawan yang mereka pekerjakan.
Pria asli Semarang ini menyebut, harga kerajinan mutiara itu bervariasi tergantung model dan tingkat kerumitan saat pembuatan. Sebab, customer juga bisa memesan model sesuai keinginan. Untuk produk bros dibanderol mulai Rp 55 ribu; gelang Rp 135 ribu; strap, cincin, anting, dan kalung mulai Rp 185 ribu; ring hijab Rp 75 ribu; dan connector mulai Rp 135 ribu.
“Sekarang untuk memesan harus PO minimal dua hingga tiga pekan. Kami juga kerap menerima order untuk buah tangan saat pernikahan. Yang ngerjakan ya dibantu tujuh karyawan tadi,” terangnya.
“Keinginan kami sih agar usaha ini bisa semakin luas. Kami ada rencana memasarkan hingga ke Kota Malang dengan kerja sama hotel di sana. Cuma sampai sekarang masih belum sepakat,” pungkasnya.