Pasuruan, Senin 9 Mei 2022
Reporter: Angga Ardiansyah
Ramapati Pasuruan – Numpak prahu ( praonan ) menjadi tradisi tahunan bagi warga di wilayah pesisir Kota Pasuruan.
Tradisi praonan ini berbarengan dengan lebaran kupat yang jatuh setiap tanggal 8 syawal dan kegiatan ini menjadi hajatan bagi warga pesisir yang berada dibeberapa Kelurahan di Kecamatan Panggungrejo antara lain; Kelurahan Panggungrejo, Kelurahan Mandaran, Kelurahan Ngemplakrejo, Kelurahan Mayangan, Kelurahan Sawaan dan Kelurahan Tambaan.
Ribuan warga datang dari berbagai daerah di Pasuruan, dan juga dari luar Pasuruan malah juga ada yang datang dari pulau garam madura.
“Saya dan keluarga tiap tahun datang kesini untuk berwisata (praonan). Sangat senang apalagi anak-anak juga tidak merasa takut saat diatas perahu,” kata Zidan (30) yang tahun ini kembali datang ikut tradisi praonan bersama kedua anaknya dari Sampang Madura, Senin (9/5/2022).
Tradisi praonan ini juga menjadi ladang penghasilan bagi pemilik perahu, pedagang kaki lima (PKL) dan juga penyedia parkir dadakan di sekitar pelabuhan.
Salah satu pemilik perahu di daerah pelabuhan H. Kholiq menyatakan, untuk tradisi praonan ini bisa kembali dilaksanakan tahun ini, setelah 2 tahun selama pandemi ditiadakan.
“Alhamdulillah, tahun ini bisa kembali dibuka untuk acara praonan setelah 2 tahun lamanya ditiadakan,” ujarnya.
Abah Kholiq menuturkan kalau kapalnya sendiri selama tradisi praonan ini dipakai untuk membawa penumpang dengan sistem sewa/ membayar setiap kepalanya Rp 10.000 kalau yang lain ada yang Rp 15.000 tapi kalau saudara sendiri yang naik digratiskan.
“Setiap kepala sekali putar itu tarifnya Rp 10.000 tapi kalau saudara sendiri saya gratiskan,” tambahnya.
Ditanya berapa penghasilan yang didapat selama sehari melayani penumpang, Kholiq tidak bisa memastikan karena tidak mesti. Jadi tergantung sepi atau ramainya penumpang. Dan pihaknya sendiri yang punya kapal hanya menerima pendapatan dari ganti uang solar saja, sementara sisanya dibagikan kepada ABKnya.
“Untuk penghasilan tidak mesti, tergantung ramai atau sepinya penumpang, biasanya kalau tahun-tahun sebelum pandemi itu bisa mendapatkan hasil Rp 800.000 sampai Rp 1 juta. Pemilik kapal hanya kebagian ganti uang solar saja dan sisanya dibagi sama anak-anak yang bawa perahu,” pungkasnya.