Reporter: Angga Ardiansyah
Ramapati Pasuruan — Anak berkebutuhan khusus (Heward/disabilitas) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan, dan kesulitan bersosialisasi. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat.
Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille (tulisan timbul) dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat (bahasa tubuh).
Terkait dengan hal tersebut diatas Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dispendikbud) Kota Pasuruan melalui Bidang Pendidikan Dasar menyelenggarakan Parenting Bersama bagi Peserta Didik yang Ceria dan Istimewa Assesmen Lanjutan Peserta Didik yang Ceria dan Istimewa (ALPACA) bertempat di Aula SMPN 7 Kota Pasuruan, Kamis (03/10/2024).
Kegiatan ini diikuti oleh orang tua (wali murid) dan perwakilan guru/tenaga pendidik khusus inklusi tingkat SD negeri/swasta di Kota Pasuruan dengan narasumber/pemateri Budi Pranoto, M. Psi. Psikolog dari Blitar.
Kabid. Dikdas pada Dispendikbud Rendro Tri Handoko, ST menyampaikan kegiatan ini merupakan salah satu komitmen dari Pemerintah Kota Pasuruan dalam rangka mengakses pendidikan yang lebih baik khususnya bagaimana cara mengasuh anak- anak ABK ini baik oleh orang tua di rumah dan juga oleh guru di sekolah.
” Terkait dengan bagaimana pengasuhan terhadap anak- anak kita itu dapat memahami apa yang disampaikan pemateri kita. Dan jika ada yang perlu ditanyakan bisa ditanyakan,” harapnya.
Menurut Handoko, salah satu diselenggarakannya kegiatan ini adalah untuk mendapatkan solusi yang terbaik serta bisa memahami kondisi anak- anak ABK yang di titipkan Allah kepada kita.
” Kita harus memahami kondisi anak- anak kita apapun itu semua karunia dari Allah Subhanahu Wata’ala,” ujar Handoko.
Handoko menegaskan pendidikan anak- anak yang ceria dan istimewa ini adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya tanggung jawab guru saja tapi merupakan tanggung jawab orang tua, guru, pihak sekolah juga Dinas Pendidikan dengan memberikan pendidikan yang terbaik dengan harapan dari hasil parenting ini semakin membuka kesadaran bahwa perlunya pendidikan bagi anak-anak ceria dan istimewa.
” Monggo nanti bisa ditanyakan ke narasumber terkait dengan kendala, mungkin dalam proses belajarnya sekaligus saling kenal dan saling memberi motivas kepada anak- anak kita,” ungkapnya.
Sementara itu Kasie. Pendidikan SD Windah Silvi Hidayati, S. Kom mengatakan berkaitan dengan aturan pemerintah terkait diwajibkannya menerima anak inklusi di sekolah umum itu berlaku di seluruh daerah di Indonesia termasuk di Kota Pasuruan.
Windah menjelaskan bahwa sejak tahun 2017 Pemkot Pasuruan melalui Dinas Pendidikan sudah mencanangkan pendidikan inklusi, tapi dalam kenyataannya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Karena pihaknya juga harus memperhatikan SDM guru yang ada karena hanya ada 32 orang.
” Namun dalam kenyataannya tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena kita harus memperhatikan SDM guru- guru kita ini karena GI kita ini hanya 32,” ujarnya.
Salah satu guru inklusi dari SDN Karangayar, Lina menyampaikan, kesulitan yang dialami salah satunya karena jumlah GI yang hanya 32 orang sementara itu sesuai data yang didapat di Kota Pasuruan ini banyak sekolah yang memiliki peserta didik yang berkebutuhan khusus tapi tidak terjangkau.
” Karena kita hanya ada 32 orang dan memang banyak sekolah yang membutuhkan sebenarnya. Jadi setelah di data ada banyak sekolah- sekolah yang memiliki peserta didik berkebutuhan khusus tapi tidak terjangkau dan guru- gurunyapun tidak dibekali oleh pelatihan,” ungkapnya.
Budi Pranoto (psikolog) narasumber yang dihadirkan oleh Dinas Pendidikan dalam kegiatan ini mengungkapkan bahwa saat ini Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ini merupakan anak yang secara umum berbeda dengan teman- temannya.
” Sekarang yang paling ngetren itu anak- anak lambat bicara, dan ini salah satu efeknya setelah Pandemi, salah satunya setelah pembelajaran online itu pada beberapa anak menyebabkan perkembangan bahasanya terlambat,” ujarnya.
Menurut Budi dari beberapa penelitian anak yang lahir melalui proses caesar itu cenderung hiperaktif, atau bisa juga dilihat dari usia sebelum 1 tahun.
” Coba di ingat kembali, apakah dia melewati fase merangkak apa tidak, anak- anak yang tidak melewati fase merangkak cenderung akan bermasalah,” jelas Budi.
Budi juga menjelaskan anak autis itu sejak bayi sudah bisa terdeteksi. Budi mencontohkan saat anak dikudang itu kan biasanya responnya tertawa tapi kalau anak autis tidak merespon apa- apa, flat saja.
” Anak bayi kalau kedatangan tamu itu dia akan menangis karena mereka itu orang asing bagi dia. Kalau anak autis itu tidak ada reaksi apa- apa, tidak bereaksi, reaksinya flat,” ujarnya.
Menurutnya anak yang langsung jalan itu awal malapetaka.
Dari pertemuan dan hasil sharing dengan orang tua yang anaknya memiliki kebutuhan khusus bersama perwakilan guru inklusi ini ada beberapa harapan dari mereka antara lain; guru inkusi di Kota Pasuruan minta adanya pelatihan dan penambahan jumlah guru inklusi.
Dari orang tua, mereka berharap ada guru pendamping khusus, orang tua merasa khawatir dan ketakutan anaknya di bully, ada pelatihan khusus bagi anak inklusi serta penambahan sarana dan prasarana.