Pasuruan, Kamis 24 Maret 2022
Reporter: Angga Ardiansyah
Ramapati Pasuruan- Untuk menjembatani persolan hukum yang dihadapi masyarakat kecil, Kejaksaan Agung meresmikan pembentukan Kampung Restorative Justice (RJ) secara serentak di beberapa wilayah, mulai hari Rabu (16/3/2022).
Program Kampung Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ) yang dikembangkan Kejaksaan Agung ini diyakini akan membumikan hukum dalam penyelesaian masalah di tengah masyarakat. Sebab, hukum adat sebagai perwujudan kearifan lokal digunakan sebagai pendekatan penyelesaian masalah.
Peluncuran Kampung RJ ini merupakan kampanye Kejaksaan Agung, dalam upaya menyelesaikan persoalan hukum, terutama yang berhubungan dengan tindak pidana dengan kerugian kecil.
Di Kota Pasuruan sendiri program Kampung Restorasi Justice (RJ) dilaunching hari ini, dengan dilaksanakannya penandatanganan antara Kepala Kejaksaan Negeri, Pemkot Pasuruan dan Pihak Kelurahan.
Penandatanganan kampung RJ di Lakukan oleh Kajari Kota Pasuruan Bapak Dr. Maryadi Idham Halid, Pemkot Pasuruan oleh Sekretaris Daerah Kota Pasuruan Bapak Rudiyanto, A.P., M.M dan Pihak Kelurahan oleh Lurah Petahunan M. Agus Setyono, SH yang disaksikan jajaran Forkopimda, Asisten, perwakilan kepala perangkat daerah, MUI, Camat Gadingrejo, tokoh masyarakat, tokoh agama, pegawai dari Kejaksaan Negeri Kota Pasuruan serta undangan lain.
Menurut Kajari ada 3 syarat prinsip yang bisa di lakukan RJ atau perkara-perkara yang bisa dihentikan melalui RJ diantaranya; Pertama, tersangka/pelaku baru pertama kali melakukan tindak pidana. Kedua, tindak pidana diancam denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun atau 5 tahun kebawah. Ketiga, nilai kerugian atau barang bukti tidak lebih dari Rp. 2.5 juta.
“Tiga syarat itu menjadi syarat utama dan banyak masyarakat yang merespon dan mengapresiasi bahwa penyelesaian RJ ini lebih sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang lebih mengedepankan asas musyawarah dan kekeluargaan,” katanya, Kamis (24/3/2022).
Lebih lanjut Kajari menyatakan dalam perkembangan yang ada, dengan membuat secara flexibilitas persyaratan yang ada.
“Jadi untuk persyaratan yang 3 itu menjadi syarat utamanya kemudian dalam ketentuan selanjutnya oleh pimpinan kejaksaan dibuat secara lebih flexible,” ujarnya.
Menurut Kajari dalam pelaksanaannya, 3 syarat prinsip tadi dapat disimpangi dalam keadaan atau berdasarkan ketentuan, contohnya untuk tindak pidana terkait harta benda dapat dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan Restorative Justice jika tersangka baru pertama kali melakukan dan ditambah dengan satu syarat prinsip lainnya dan syarat prinsip yang lain dapat diabaikan.
“Misalnya seseorang melakukan pencurian mobil, tapi yang bersangkutan baru pertama kali melakukan pencurian. Kemudian ancaman pidanya tidak lebih dari 5 tahun tapi nilai kerugiaannya lebih dari Rp 2.5 juta, nah nilai kerugian ini yang diabaikan asalkan 2 syarat yang lain harus dipenuhi,” bebernya.
“Ada penyelesaian diluar pengadilan berupa perdamaian, dan untuk mewujudkan semuanya perlu tempat, ruang dan juga media. Kenapa harus di bentuk kampung restorative justice yaitu untuk mewujudkan perdamaian dengan tempat yang netral sebagai mediasi,” pungkasnya.
Sementara itu Pemkot Pasuruan melalui Pak Sekda berharap, keberadaan Kampung Restorative Justice (RJ) ini di setiap kecamatan ada pilot project satu.
“Harapannya tidak hanya di Kelurahan Petahunan saja, tapi kedepan dan dalam waktu dekat bisa perkecamatan ada, dan pesan pak Wali Kota salah satunya hal ini bisa mendukung visi dan misinya khususnya dalam menciptakan harmoni warga Kota Pasuruan,” harap Rudiyanto.