Pengusaha Jamu Bubuk Instan Asal Kelurahan Randusari, Pangsa Pasarnya Sampai Mancanegara.

Pasuruan, Sabtu 24 Desember 2022

Camat Gadingrejo mengunjungi home industri warganya yang memproduksi jamu bubuk instan

Reporter: Angga Ardiansyah

Ramapati Pasuruan — Jamu merupakan minuman yang terbuat dari rempah- rempah ini sudah diwariskan oleh nenek moyang kita dari masa ke masa. Yeni Tri Jayanti , 31 tahun warga Kelurahan Randusari Kecamatan Gadingrejo Kota Pasuruan yang mewarisi resep tradisional dari ibunya membuat jamu bubuk instan yang bisa dinikmati dengan hanya menyeduhkan air panas.

Menurut Ibu dua anak ini setiap harinya dirinya selalu sibuk di dapur rumahnya. Dia membilas aneka rempah yang baru direndam semalaman. Ada jahe, kunyit, kencur, dan beberapa jenis empon-empon lainnya. Satu persatu kemudian diiris tipis dan selanjutnya diblender.

Yeni sengaja membiarkan kulit rempah itu melekat. Tanpa mengupasnya. Kalau dikupas, kandungan yang ada di antara kulit dan dagingnya ikut terbuang.

“Cita rasa dari rempah itu juga akan lebih pekat jika tidak dikupas,” katanya.

Yeni sendiri sudah lama akrab dengan jamu tradisional. Perempuan yang tinggal di Randusari, Gadingrejo, Kota Pasuruan, itu kerap membuat jamu sendiri ketika masih bersekolah belasan tahun silam.

“Tahunya ya dari ibu. Cuma dulu kan hanya jamu yang langsung diminum. Kalau bikin yang bubuk instan ya baru-baru ini,” kata Yeni.

Kendati demikian, dia tak benar-benar meninggalkan produksi jamu yang berbentuk cair. Dalam sepekan, dia biasanya membuat 100 botol jamu cair. Sedangkan untuk jamu bubuk instan kisaran 100 hingga 200 bungkus sebulan.

“Kalau yang bubuk kan bisa lebih lama, meski tanpa pengawet. Kedaluwarsanya bisa sampai setahun. Beda dengan jamu cair yang hanya berumur seminggu,” kata Yeni.

Yeni kini memproduksi tujuh jenis jamu, baik yang berbentuk cair maupun bubuk instan. Ada jahe, kunyit, kencur, kunyit kayu manis, temulawak, dan jamu kesehatan wanita. Dengan mitra yang memasarkan produknya di Malang dan Sidoarjo, Yeni bisa meraup omzet Rp 3 juta hingga Rp 4 juta sebulan.

Tapi, tidak sedikit juga pembeli yang langsung memesan kepadanya. Terlebih setelah Yeni mengikuti pameran Indonesia City Expo gelaran Apeksi di Padang belum lama ini.

Sejak saat itu, pangsa penjualannya semakin luas. Sesekali, Yeni juga meladeni pesanan untuk dijual ke luar negeri. Kebetulan dia punya kenalan yang bekerja di Taiwan dan Hongaria.

Sekarang, jamu buatan Yeni juga sudah memiliki legalitas. Mulai dari NIB (nomor izin berusaha) dan sertifikat halal.

“Tinggal PIRT-nya yang sekarang masih proses,” tuturnya.

Perempuan 31 tahun itu semakin optimistis dengan usaha yang ditekuni sekarang. Meski semula sempat tak mendapat dukungan dari suaminya.

“Mungkin karena kasihan ya, apalagi pernah gagal produksi sampai rugi 15 kilogram jahe dulu. Tapi, itu kan bagian dari proses. Alhamdulillah bisa tetap berkembang sampai sekarang,” pungkasnya.